-->

Wednesday, April 5, 2017

Inilah Mitos-Mitos Yang Ada di Gunung Arjuno

gunung arjuno

Gunung Arjuno merupakan sebuah gunung dengan ketinggian sekitar 3339 Mdpl dan berada di bawah pengelolaan Taman Hutan Raya Raden Soeryo. Secara administratif gunung ini berada dalam wilayah Kabupaten Malang dan Pasuruan. Jalur pendakian menuju Arjuno biasa dilalui dari tiga jalur yang cukup dikenal yaitu Lawang, Tretes dan Batu. Karena masih dalam satu rangkaian dengan Gunung Welirang, banyak orang menyebut dua gunung ini sekaligus sebagai Arjuno-Welirang.

Gunung ini dikenal sebagai lokasi pemujaan sejak era Majapahit, bahkan hingga sekarang di kawasan Arjuno masih banyak ditemukan peninggalan bersejarah seperti arca maupun candi. Beberapa kisah mistis seringkali menjadi 'oleh-oleh' para pendaki, baik dari pengalaman pribadi maupun penuturan warga sekitar. Tak heran jika berkembang mitos-mitos dikalangan masyarakat tentang Gunung Arjuno ini. Berikut ini mitos-mitosnya:

1. Ngunduh Mantu
Pengalaman mendengar lantunan suara gamelan di tengah gunung banyak diceritakan dari banyak tempat pendakian, termasuk di Arjuno-Welirang. Inilah yang dalam bahasa Jawa disebut 'Ngunduh Mantu' atau ritual prosesi pernikahan adat Jawa. Penambang belerang maupun para pendaki kadang mendengar lantunan suara gamelan Jawa untuk acara pernikahan.

Menurut warga sekitar, jika Ngalamers mendengar Ngunduh Mantu, disarankan untuk tidak meneruskan pendakian ke puncak Arjuno. Jika tetap memaksakan pendakian, si pendaki biasanya akan tersesat atau hilang.

2. Petilasan
Situs-situs peninggalan Kerajaan Majapahit dan Singhasari banyak ditemukan di Gunung Arjuno. Diantaranya, petilasan Eyang Antaboga, Eyang Abiyasa, Ayang Sekutrem, Eyang Sakri, Eyang Semar, Eyang Sri Makutharama dan petilasan Sepilar.

Menurut mitos yang banyak diyakini, peninggalan sejarah tersebut dijaga oleh Bambang Wisanggeni yang merupakan anak dari Arjuna dengan Bathari Dresanala. Petilasan - petilasan ini sering digunakan orang zaman dahulu untuk pertapaan.

Banyak masyarakat yang percaya jika orang yang melakukan pertapaan tersebut akan 'muksa' (menghilang dengan jasadnya). Meski tak terlihat, namun para pertapa yang muksa tersebut diyakini masih menjaga tempat itu hingga waktu yang tidak diketahui.

3. Arjuna
Dikisahkan, Arjuna (Tokoh Pewayangan) melakukan pertapaan di sebuah gunung dengan khusyuk selama berbulan - bulan. Tubuh Arjuna lalu mengeluarkan sinar dan memiliki kekuatan yang luar biasa, hingga membuat kacau Kahyangan.

Bumi berguncang, Kawah Condrodimuko menyemburkan lahar, petir menggelegar di siang hari, hujan turun dan menimbulkan banjir. Kemudian gunung tempat Arjuna bertapa terangkat ke langit. Para Dewa yang khawatir, berusaha untuk menghentikan Arjuna dari pertapaan tersebut.

Batara Ismaya diturunkan ke Bumi dengan menjelma menjadi Semar. Dengan kedigdayaannya, Semar memotong puncak gunung tempat Arjuna bertapa dan dilemparkan ke tempat lain. Hingga Arjuna terbangun dan mendapat nasehat dari Semar untuk tidak melakukan pertapaannya lagi. Selanjutnya, tempat pertapaan tersebut disebut Gunung Arjuno, dan potongannya dinamai Gunung Wukir.


4. Pasar Dieng
Dari Pos Watu Gede menuju puncak Arjuno terdapat wilayah yang cukup luas dan ketinggiannya hampir sama dengan puncak Arjuno (Puncak Ogal-agil). Para pendaki sering menyebutnya Pasar Dieng atau Pasar Setan. Di kawasan ini juga terdapat makam beberapa pendaki.

Kenapa pasar setan? Konon, pernah ada pendaki yang membuka tenda di wilayah tersebut untuk bermalam sebelum menuju puncak. Ketika malam hari, ia dikejutkan dengan suasana gaduh di luar tendanya, pendaki itu 'melihat' sebuah pasar yang sangat ramai.

Selanjutnya diceritakan ia berkeliling pasar dan membeli sebuah jaket lalu kembali ke tenda. Ketika ia terbangun di pagi hari, kawasan sekitar tendanya sepi, tak ada seorangpun bahkan bekas-bekas pasarpun juga tak nampak. Jaket yang dibelinya masih ada, namun uang kembalian yang diberikan oleh pedagang pasar tersebut berubah menjadi daun.

5. Alas Lali Jiwo
Terdapat sebuah tempat sebelum pendaki mencapai puncak Gunung Arjuno yang dinamai Alas Lali Jiwo atau berarti hutan lupa diri. Kepercayaan setempat menyebutkan orang yang mempunyai niat jahat, jika melewati daerah itu akan tersesat dan lupa diri.

Beberapa ahli spiritual menyebut kawasan Alas Lali Jiwo banyak dihuni oleh para Jin. Para pendaki kadang mendengar suara gamelan dan kemudian menghilang selanjutnya. Konon pendaki tersebut dibawa untuk dikawinkan dengan bangsa Jin Alas Lali Jiwo. Mitos lain dari tempat ini, para pendaki juga tidak boleh melanggar beberapa larangan, seperti untuk tidak memakai baju merah (merah dominan), tidak berjumlah ganjil dan tidak merusak situs-situs petilasan Kerajaan Majapahit yang tersebar di area pendakian Gunung Arjuna.

Percaya atau tidak percaya mitos-mitos tersebut benar-benar ada. Namun sebagai manusia hendaknya kita harus selalu berpikiran positif dan berdoa kepada Tuhan Yang Maha Esa agar selalu diberikan perlindungan dan pertolongan.

Sumber : halomalang.com
Sumber gambar : tempo.co
NEXT ARTICLE Next Post
PREVIOUS ARTICLE Previous Post
NEXT ARTICLE Next Post
PREVIOUS ARTICLE Previous Post